Kamis, 24 Februari 2022

An Introvert Bagian 1

1. She is

          Namaku Nayaka Jenar, anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahku seorang karyawan kantoran, dan bundaku seorang ibu rumah tangga.

          Saat ini usiaku menginjak 16 tahun. Kelas sebelas SMA semester awal, jurusan MIPA. Teman-teman dikelasku sering memanggilku dengan banyak sebutan, misalnya untouchable girl, si introvert, si kalem dan yang paling parah si antos alias anti sosial. Aku tidak tahu separah apa dimata teman-temanku. But i'm enjoy it.

          Aku suka membaca dan menulis, dalam tanda petik. Maksudnya, aku suka membaca novel dan buku pengetahuan di luar pelajaran. Biasanya, kutu buku dan pendiam selalu terkenal pintar, tetapi tidak denganku. Aku berada di antara pintar dan tidak, ya pokoknya itu aku.

          Diusiaku saat ini, pembahasan soal percintaan selalu menjadi tranding topic. Aku melihat bagaimana temanku yang sedang kasmaran, hanya karena hal sederhana saja bisa membuatnya tersenyum sedangkan pipinya bersemu. Lucu sekali. 

          Nasib ku soal percintaan tidak dapat dikatakan baik ataupun buruk. Seumur-umur, aku belum pernah merasakan pacaran. Ah mungkin beberapa orang akan menilaiku payah, mungkin sebutannya jomblo ngenes, padahal gak begitu. Banyak kok yang kurasa mereka sedang melangsungkan proses pdkt terhadapku. Tetapi berhubung aku tidak minat, ya jadinya aku cuekin sampai mereka mundur alon-alon jalur mandiri. Intinya aku laku, cuma gak dulu. Ahaha. 

          Ya bagaimana lagi? Itu sudah benar, karena perasaan tidak bisa dipaksakan dan perasaanku sendiri sudah ada bertuan. Tapi gemesinnya, Si Tuannya itu gak paham. Kambinglah! 
          
          Kemudian aku memiliki teman yang sangat dekat. Ya katakanlah seorang sahabat, atau best friend forever, bhaks! Whatever sebutannya apa, pokoknya dia teman paling paling banget sangat ter dekat denganku. Cuma satu orang doang, itupun lelaki. Namanya Zain, rumahnya di sebelah rumahku. Kami udah bersama dan kenal sejak bocil, mulai dari mandi bareng sampai gelut. Kami juga satu kelas terus, heran deh. Padahal kalau dilihat dari segi umur, dia lebih tua satu tahun daripada aku. Bukan karena dia gak naik kelas, tapi kayaknya aku yang terlalu ngebet sekolah sampai-sampai belum ditiup pluit start udah jalan duluan. Ah udahlah. 

          Eits, jangan pergi dulu! Aku masih mau cerita. Tahu gak sih? Jadi anak pertama sekaligus berjenis kelamin perempuan itu harus kuat banget hatinya. Sumpah! Adeknya yang ngelakuin kesalahan, kamu yang kena marah. Kamu yang ngelakuin kesalahan, tetap kamu yang kena marah. But, tidak semua anak pertama merasakan hal serupa sih, setiap orang ada kisahnya masing-masing. Tetapi ini tentang aku, tentang Nayaka Jenar, disaat semua orang diusiaku sudah fokus pada cita-cita yang diinginkan, namun aku masih terombang-ambing dengan pikiran dan keadaan. Catatan yang perlu kalian tahu, bahwa aku tidak terlahir di keluarga kaya raya pun miskin. Sedanglah menurutku.

          Orang tua over protective? Atau malah justru masuk kedalam golongan strict parents? Misalnya ketika kamu ingin ikut berorganisasi (karena kamu merasa perlu berlatih bersosialisasi) tetapi tidak diperbolehkan dengan alasan yang simple banget, 'nanti kecapekan'. Atau ketika ingin malmingan, hangout, ngemall dan bentuk gaya hidup anak muda lainnya, namun juga tidak diperbolehkan dengan alasan simple lagi, 'karena kamu perempuan'. WHAT THE FFFFK?! Ya jangan salahkan aku kalau jadi pribadi introvert atau lebih ke nolep, orang mau foya-foya menikmati masa remaja aja susahnya minta ampun. 

          Ortuku kayak begitu man, dan yang paling membingungkan adalah ketika aku cuma dikamar terus nanti kena omel juga. Katanya disuruh keluar rumah biar tetangganya kenal. Batinku, dih apaan banget sih?!. Tetangga mau kenal kek, enggak kek, terserahh. Toh aku juga gak benar-benar di kamar terus, beberapa waktu mengharuskanku keluar rumahkan? misal ke sekolah atau sebatas jajan ke warung sebelah. 

          Inilah ceritaku yang agak semrawut. Kamu harus membacanya karena ini dari sudut pandangku, kamu akan menemukan sesuatu yang mungkin belum kamu ketahui. Ya pokoknya ini perlu dibaca, gamau tahu! Kalau kamu tidak baca, kepada siapa lagi aku mau berbagi cerita? Tidak mudah untukku berkata melalui lisan.

"Pendewasaanku tak kudapat dari pengalaman hebat diluar sana. Melainkan luka dari dalam yang terus dipendam dan tak tersampaikan ke hati yang bersangkutan" - kata Si Introvert 

***
Delapan tahun yang lalu

          Dari dalam kamar, aku menatap keluar melalui jendela kaca yang berdebu. Tepat lurus ke depan, ada banyak anak-anak seusiaku tengah bermain bola dan permainan lainnya. Aku iri, kenapa tidak bisa ikut bergabung? Alasannya hanya simpel, kata bunda sekarang waktunya tidur siang.

          Bunda itu gak paham, aku sangat tidak suka tidur siang. Karena pasti malamnya susah untuk tidur. Yang repot juga aku pada akhirnya.

          Aha! Sepertinya ada ide bagus.

          Aku akan kabur lewar jendela. Ide bagus bukan? Bunda tidak akan tahu, aku yakin itu. Karena mungkin sekarang beliau juga sedang tidur di kamarnya.

           Huh...! Aku baru saja melompat. Dan langsung berlari menuju rumah Pak RT di depan rumahku. Iya, disana tempat teman-temanku bermain, karena Pak RT punya halaman yang luas sekali. Astaga... Aku sampai lupa tidak menggunakan alas kaki.

          "Aku ikut main!!!" seruku bersemangat.

          Teman-temanku langsung menoleh kepadaku, mereka menatapku heran. Bagaimana tidak? Aku kan jarang ikut bermain sama mereka kalau di siang hari.

          "Ayok Aya, kita main petak umpet!" ini Nungki, teman ku di sekolah.

          Dengan semangat aku mengikuti Nungki, bergabung dengan teman yang lain. Berhompimpa alaiyom gambreng untuk mencari siapa yang berjaga.

           "Hompimpa alaiyom gambreng!" masih belum ketemu.

          "Gambreng!" ulang.

          "Gambreng! YOGA yang jaga!"

          Temanku yang bernama Yoga itupun mulai merapatkan tubuhnya ke dinding dan menutup matanya dengan tangan. Kemudian menghitung dari satu sampai tiga puluh. Aku dan Nungki bergegas mencari tempat bersembunyi.

          "Disana yuk!" ajaknya.

          Di belakang rumah Pak RT. Nungki mengajakku kesana, dan bersembunyi di dekat kandang ayam yang bau.

          "Nung, aku kebelet pipis"

          "Aduh, kebiasaan deh kamu! Yaudah itu ada kamar mandi, aku tunggu disini"

          Aku langsung masuk ke dalam kamar mandi luar punya Pak RT. Kamar mandinya aneh banget, gak ada pintunya juga gak ada keramiknya. Beda banget sama yang di rumahku. Aku buru-buru menyelesaikan, karena sejak tadi Nungki sudah menggerutu kesal. 

          "Lama banget sih!" gerutunya.

          "Ih, orang aku cepet-cepet sampai celanaku basah nih!"

          "Hihi, Nayaka ngompol" Nungki mengejekku sambil tertawa pelan, aku kesal jadinya.

          Tiba-tiba, teriakan dari arah halaman depan membuatku dan Nungki terkejut. "NUNGKI DAN NAYAKA UDAH KETAHUAN!" itu suara Youfi. 

          Memangnya kapan yang melihat kami? Aku jadi parno, semoga saja tidak ada yang mengintip waktu aku pipis tadi. Nungki menarik dan membawaku ke halaman depan. Anehnya ia terus menyalahkan Youfi. Apa hubungannya dengan kami yang ketahuan? Ah iya, Youfi itu adik kelasku di sekolah. Cowok tengil.

          "Tadi tuh Youfi ikut ngumpet bareng kita, waktu kamu pipis. Padahal dia udah kena, tapi gak mau ngaku. Yaudah aku suruh terus dia, sampai maju ke halaman depan!" katanya. 

          Saat aku dan Nungki sampai di halaman depan, anehnya Yoga yang notabanenya ia adalah yang berjaga, berlari menuju tembok tempat ia menghitung tadi? Pertanyaan itu kemudian terjawab setelah... "PONG! NAYAKA, NUNGKI KENA!" 

          Curang. Yoga dan Youfi curang, Nayaka tidak suka! Seketika aku terpekik ketika melihat Nungki yang sudah menandang kaki Youfi.

          "CURANG!"

          "GAK ASIK!" Youfi menyahut. Bahkan ia membalas menendang tulang kering Nungki. Seketika aku kembali memekik dan menghampiri Nungki yang sudah mengaduh kesakitan.

          "Ih Youfi gak boleh gitu sama anak perempuan!"

          "Gak usah ikut-ikut deh, Nay! Sadar gak sih?! Kamu ikut main kami, langsung jadi gak asik"

          "Youfi kok ngomongnya gitu sih?! Yaudah besok lagi Aya gak main sama kalian, tapi syaratnya kamu harus minta maaf sama Nungki!"

          "Ogah! Cuih!"

          Iuh! Youfi meludahiku masa? Jijik banget, untung gak kena. Rasanya aku mau nangis saja, kenapa cowok selalu nakal? Ah gak semua cowok sih...

          "Youfi! Kamu udah keterlaluan sampai ngeludah gitu, nendang anak perempuan lagi. Laki-laki mah gak gitu!" seru seseorang dengan tenang.

          Aku sudah meralat ya tadi, bahwa gak semua cowok itu nakal. Ini nih buktinya, yang baru saja ngomong, bak pahlawan gitu! Ahahaha.

         "Aku yang ditendang dulu lho Mas!"

          "Iya, gak usah dibalaslah. Perempuan kalau nendang sakitnya gak seberapa. Tetapi disini Nungki juga gak boleh seenaknya nendang gitu, ada jalur damai kenapa gak dipakai? Sekarang maafan!"

          Aku menghembuskan napasku sampai berbunyi, bahasanya mendengus gitu ya? Iya gitu deh. Disini kan aku gak salah apa-apa, jadi kenapa harus ikut minta maaf? Tetapi diantara kedua orang bermasalah tadi tidak ada yang memulai minta maaf.

          "Halah! Youfi dulu minta maaf ya? Buktiin kalau kamu laki-laki sejati"

          "Huh...! Naya, aku minta maaf ya. Besok kamu main lagi kesini gakpapa, tadi aku cuma bercanda doang. Maaf ya?" ujar Youfi padaku. Meski masih ada bentuk gak sopan alias kurangajarnya, gak pakai MBAK itu loh!! Padahal lebih tua aku. 

          "Iya Youf, aku juga minta maaf"

          Youfi mengangguk, kemudian berjalan ke arah Nungki yang tengah menunduk. "Nungki aku minta maaf, nanti pulangnya aku gendong mau?"

          "Emang kuat?"

          "Basa-basi doang ah! Jangan dianggap serius napa"

          Tuhkan, Youfi tuh cowok tengil. Aku beralih kearah orang yang berdiri tidak jauh dariku, si pahlawan tadi loh, dia tengah melihatku lalu menarik tanganku.

           "Pulang aja yuk Ya! Nanti keburu bundamu tau kalau kamu kabur loh" 

          Tidak heran lagi sih, dia sampai paham kebiasaanku. Ya soalnya kami ini hampir senasib, harusnya di jam segini dia tidak boleh bermain keluar. Mana orangtuanya lebih seram lagi.

          "Ih Zain, kok kamu bisa main keluar sih? Gak takut di bedhil ayahmu?"

          "Alhamdulillah ayah lagi bepergian sama bunda Ya, jadi bisa bebas deh!"

          Pasalnya, ngeri banget ayahnya Zain tuh. Pernah suatu hari kami pergi ke sungai setelah pulang sekolah, pikir kami gak bakal ketahuan, toh jaraknya lumayan jauh dari rumah. Eh jebul salah, tau-tau ayahnya Zain bawa senapan sambil marah-marah, katanya kami mau dibedhil. Aku langsung nangis di tempat, dan sampai rumah kena marah besar.

          "Wah kalau gitu ayo nonton film hantu di rumahmu, aku pengen nonton Kolor Ijo"

          "Halah, nanti kamu takut lagi, terus malamnya ngompol! Gak ah, repot nanti ayah bundamu"

          "Ih, tapi pengen, seru tauk nonton film hantu tuh!"

          "Main PS aja yok, di rumahmu! Lebih seru itu"

          "Kata bunda bikin bodoh loh"

          "Ck! Bikin bodoh tuh kalau gak belajar, lagian mubadzir tauk duitnya om-mu yang udah beliin itu! Ayoklah, percaya deh sama aku!"

           "Okeydeh"

          Satu tahun yang lalu, waktu aku berulang tahun om ku mengado playstation. Dan hari setelah aku membuka bungkusnya, om ku langsung kena marah bunda. Tapi dia cuma cengengesan. Ah iya, om ku ini adiknya bunda, kelas tiga SMK. Rambutnya keriting dan sangat nakal sama aku. Pernah suatu hari, aku cuma duduk diam tiba-tiba digigit sama dia. Ngeri ah!

          "Dinasty warriors?" tanya Zain ketika memilih kaset game.

          "Gak mau, super mario aja"

          "Heh!" pletak, "Gak ada super mario, elah. Crash badincoot aja mau?"

          "Terserahh Zain aja ih!" aku masih sebal dengan dia yang tadi menggeplak kepalaku menggunakan remote tv.

          "Maaf maaf" Zain mengelus-elus kepalaku sambil meniup-niup, aku tidak jadi cemberut deh hehe.

          Akhirnya setelah melalui beberapa kali perdebatan, kami bermain PS juga. Lokasinya ada di ruang tengah, posisinya lesehan diatas karpet merah. Sampai tidak terasa waktu menunjukkan pukul tiga kurang seperempat, sore hari. Artinya sebentar lagi ada TPA sore di masjid, jadi mau tak mau kami mengakhiri permainan tadi.

***
          Hari ini sekolah sampai pukul sepuluh pagi. Karena hari jum'at yang pulang selalu lebih awal. Saat ini aku sedang berada di kantin sekolah bersama Nungki dan Kartie, teman sekelasku. Kami sedang membeli makanan, aku dan Kartie mie gelas sedangkan Nungki nasi goreng. Murah meriah banget harganya, mie gelas sudah jadi cuma seribu, sedangkan nasi goreng seukuran lima sendok cuma lima ratus. Es tehnya juga lima ratus doang, seukuran plastik es lilin.

          "AAAAAAAA" teriak anak perempuan dari luar kantin. Kelihatannya sih teman sekelasku. Ternyata dibelakangnya ada segerombolan anak laki-laki yang mengejarnya, mereka juga anak kelasku.

          "Kasian Viva"

          Iya, nama perempuan itu Viva. Ia tengah menjadi korban kenakalan teman sekelasku yang laki-laki. Tidak semua sih, hanya ada enam orang dari empat belas. Mereka berenam itu kayak preman pasar menurutku, mereka juga saru. Bagaimana tidak sih? Mereka selalu jahilin anak perempuan dengan mengangkat rok. Nasib baik yang pakai celana rangkap, lah kalau yang cuma pakai cangcut? Wassalam. Dan sepertinya Viva akan menjadi korban mereka hari ini, kasian Viva.

          "Ih aku pernah tauk diangkat rokku!" seru Kartie.

          "Aku juga pernah! Untung pakai celana rangkap" sahut Nungki.

          "Ish mending tuh, aku dua kali. Mana yang pertama cuma pakai cangcut gambar dora, tapi setelah itu aku pakai celana rangkap terus"

          "Saru mereka, dapet dosa nanti"

          Aku hanya diam menyimak obrolan kedua temanku itu. Pasalnya, diantara para perempuan di kelasku, yang beruntung kurasa hanya aku. Aku tidak pernah dapat hal tidak senonoh seperti itu. Padahal aku gak pernah pakai celana rangkap karena gerah, juga motif celana dalamku selalu bermacam-macam. Syukur alhamdulillah.

          "Aku gak suka Rodi, dia gak baik dan sangat berdosa" kataku kepada kedua temanku yang tengah berdebat soal cangcut.

          "Benar sekali, dia sangat berdosa tetapi banyak yang suka karena ganteng hehe"

          Rodi itu bagaikan ketua dari preman kelas itu. Pokoknya setiap ada kenakalan dia yang memelopori. Seperti ngangkat rok itu tadi. Dia gak ganteng-ganteng amat kok, suer. Tapi banyak yang suka, mulai dari anak kelas satu sampai kelas enam. 

          "Aku tidak suka, jadi tidak termasuk orang yang suka"

          "Karena dia berdosa? Padahal dia enggak ngangkat rokmu loh"

          "Tetapi dia ngangkat rok kalian, pokoknya dia berdosa banget. Aku tidak suka, dia juga sering banget ketahuan nyontek waktu ujian. Terang-terangan pula, tapi aku males deh mau ngomong ke guru-guru. Jadi masalah entar kalau dia dendam sama aku!"

          Aku ingat betul, waktu ujian kenaikan kelas satu, dengan terang-terangan Rodi menyontek. Buku paketnya di taruh di atas meja. Aku melihatnya karena kami duduk sebangku. Pernah juga terang-terangan membuka buku gambarku yang kujadikan sebagai penghalang agar tidak ada yang menyontek. Aku gak mau ngadu ke ibu guru, dia tidak mengancam sih, tetapi aku hanya berpikir jika dia memiliki dendam terhadapku, bisa jadi ia mengangkat rokku kapanpun itu. Ah tidak mau!

          "Budhe, bisa bikinin teh hangat pakai gelas tidak? Nanti dibayar kok, soalnya ada yang masuk ke uks" ujar orang lain kepada ibu kantin yang kami panggil budhe. Orang itu Zain. 

          "Zain, siapa yang sakit?" tanyaku dan Zain menoleh.

          "Itu Si Viva, tadi nabrak pintu kelas gara-gara di kejar Rodi cs. Palanya benjol"

          Rasa tidak suka terhadap makhluk bernama Rodi seketika meningkat. Pokoknya ingat ya, yang namanya Rodi, Rodi Rajendra. 
Share: